Kepada-Mu aku berserah

9 Juli 2011

Robb …

Tiada daya dan upaya kecuali atas kehendak-Mu,

Tiada yang sulit bagi-Mu,

Tiada yang tidak mungkin bagi-Mu,

Tiada yang dapat mencegah kehendak-Mu.

 

Robb …

Hanya kepada-Mu kuserahkan jiwa ragaku,

Hanya kepada-Mu hidup dan matiku,

Hanya kepada-Mu aku menyembah,

Dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan.

 

Robb …

Semua terjadi atas qodrat dan iradat-Mu,

Tolonglah hamba-Mu ini ya Robbi,

Karena dengan firman-Mu kun fayakun,

Maka terjadilah.

Karena aku yakin dengan janji-Mu,

“Berdo’alah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan”

 

Robb …

Jika ada amalku yang layak menjadi sebab terkabulnya do’aku,

Jadikanlah ia sebagai jalan pengabulan do’aku,

Namun jika tidak,

Jadikanlah kehambaanku kepada-Mu

Menjadi gerbang terkabulnya do’aku.

 

Robb …

Aku mengharap ridho-Mu,

Hanya kepada-Mu aku menyembah

Dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan

Kabulkanlah harap dan pintaku.

Aamiin.


BERISLAM SECARA KAFFAH

3 Mei 2011

Banyak orang beragama Islam, tapi banyak pula umat Islam yang tidak suka dengan identitas Islam, kecuali KTP.

Lihatlah di jalan, di pasar, di mall, di kantor dan tempat-tempat lainnya,

Banyak orang Islam malu pakai atribut Islam,

Banyak orang Islam melepas atribut Islamnya,

Dan banyak orang tak sudi dengan hukum Islam.

Perhatikanlah dan merenunglah,

betapa banyak Muslim memilih menikah secara Islam,

tetapi gaya hidupnya gaya Yahudi,

mendidik anaknya gaya Nasrani,

dan beribadahnya gaya Majusi,

Banyak umat Islam menganggap sholat sebagai ibadahnya orang tua,

Jangankan sholat sunnah, sholat wajibpun ditinggalkan,

Jangankan pejabat tinggi, tukang parkir dan orang fakir juga sama,

Semua mengejar kehidupan dan kemewahan dunia.

Banyak umat Islam berpendidikan tinggi, tetapi minim ilmu agamanya,

Banyak umat Islam kaya, tapi enggan menyantuni yang miskin,

Banyak orang berilmu, tapi niatnya untuk “wah” dan mencari kemewahan,

Sementara ilmu itu tak bermanfaat untuk kemaslahatan umat.

Sedangkan kebanggaan dan kesombongan diri meningkat dan terus melonjak.

Na ‘udzubillahi min dzalik.

Berapa banyak hukum Islam dilupakan,

Sehingga kehidupan menjadi kebablasan,

Sungguh ironis dan memilukan.

Andai kata umat Islam bangga dengan hukum Islam,

Andai kata umat Islam menegakkan dengan benar syariat Islam,

Masya Allah …

Betapa damainya dunia ini.

Andai kata …

Zina dihukum (dilempari batu bagi yang bujang dan dirajam bagi yang telah menikah),

Tentu orang berpikir 2 – 1000 x untuk selingkuh atau berzina,

apalagi pergaulan bebas dan pelacuran.

Andai kata …

Poligami diikhlaskan dan dilakukan sesuai dengan syariat Islam,

Tentu akan meningkatkan kebersamaan dan rasa saling menyayangi sesama umat.

Andai kata …

Pencuri dipotong tangannya,

Tentu maling dan para koruptor akan malu bertindak semaunya.

Andai kata …

Semua sadar yang disuap dan yang menyuap masuk neraka,

Tidak ada lagi pembebasan bagi orang tertentu

Dan orangpun akan merasa berhadapan dengan hukum,

Karena hukum tidak buta dan tidak pandang bulu.

Andai kata …

Istri dan anak-anak perempuan kita berjilbab dengan benar,

Tidak hanya ikut tren dan modis-modisan,

Dan tidak berbusana TAPI TELANJANG

Dan memperlihatkan BENTUK TUBUHnya,

Betapa indahnya pemandangan dunia ini.

Tentu akan meredam nafsu nafsu dan menjaga pandangan para ihkwan.

Namun sayang …

Kita egois …

Kita lebih ingin menjadi diri kita sendiri,

Sehingga kita tidak mau mengikuti ajaran agama yang kita anut,

Atau setidaknya mengesampingkan agama demi tujuan dunia.

Dan kita tidak peduli dengan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas dan kewajiban kita,

Menjadi abdi Sang Kholiq dan menjadi kholifah pembawa rahmat bagi alam semesta.

Hanya satu pesan hidup ini,

Hiduplah dengan Islam dan Iman secara kaffah,

Insya Allah nyaman dan berkah.

Aamiin.


TUHAN SEMBILAN SENTI

1 Mei 2011

Oleh : Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,

tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.

Di sawah petani merokok,

di pabrik pekerja merokok,

di kantor pegawai merokok,

di kabinet menteri merokok,

di reses parlemen anggota DPR merokok,

di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,

hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,

di perkebunan pemetik buah kopi merokok,

di perahu nelayan penjaring ikan merokok,

di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,

di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok,

tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,

di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,

di kampus mahasiswa merokok,

di ruang kuliah dosen merokok,

di rapat POMG orang tua murid merokok,

di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.

Di angkot Kijang penumpang merokok,

di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,

di loket penjualan karcis orang merokok,

di kereta api penuh sesak orang festival merokok,

di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,

di andong Yogya kusirnya merokok,

sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,

tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di pasar orang merokok,

di warung Tegal pengunjung merokok,

di restoran, di toko buku orang merokok,

di kafe di diskotik para pengunjung merokok.

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,

bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur

ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya

mirip asbak rokok.

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,

tapi kita tidak ketularan penyakitnya.

Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus,

kita ketularan penyakitnya.

Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,

dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,

bisa ketularan kena.

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,

di apotik yang antri obat merokok,

di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,

di ruang tunggu dokter pasien merokok,

dan ada juga dokter-dokter merokok.

Istirahat main tenis orang merokok,

di pinggir lapangan voli orang merokok,

menyandang raket badminton orang merokok,

pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,

panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.

Di kamar kecil 12 meter kubik,

sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,

di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,

di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok,

tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.

Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.

Bukan ahli hisab ilmu falak,

tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil,

sembilan senti panjangnya, putih warnanya,

kemana-mana dibawa dengan setia,

satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya.

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,

tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan,

cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.

Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.

Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.

Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.

Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.

Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.

Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.

25 penyakit ada dalam khamr.

Khamr diharamkan.

15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).

Daging khinzir diharamkan.

4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.

Patutnya rokok diapakan? Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.

Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.

Mohon ini direnungkan tenang-tenang,

karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi,

tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.

Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,

jangan.

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.

Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,

yaitu ujung rokok mereka.

Kini mereka berfikir.

Biarkan mereka berfikir.

Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,

dan ada yang mulai terbatuk-batuk.

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,

sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.

Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.

Lebih gawat ketimbang bencana banjir,

gempa bumi dan longsor,

cuma setingkat di bawah korban narkoba.

Pada saat sajak ini dibacakan,

berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,

jutaan jumlahnya,

bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,

dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,

diiklankan dengan indah dan cerdasnya.

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,

tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,

karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api

dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Sumber: http://14n.org/tuhan-sembilan-senti-taufik-ismail/


BERJILBAB, TIDAK ADA HUBUNGAN DENGAN AKHLAK

15 April 2011

Awy’ A. Qolawun

Dalam pandangan masyarakat kita, bahwa wanita berjilbab, adalah wanita yang identik memiliki tatakrama baik, wanita yang santun, yang kalem, rajin shalat, rajin berderma, sering hadir majlis pengajian dan berbagai predikat keshalihahan lainnya.

Oke, boleh jadi sebagian besar wanita berkerudung seperti itu. Sebaliknya, muslimah yang tak berkerudung, meski akhlaknya baik, tentu saja dipandang tak sebaik muslimah berkerudung, hal yang lumrah dan spontanitas terlintas dalam benak.

Akibatnya, jika ada kebetulan wanita berjilbab melakukan sesuatu yang kontradiktif dengan jilbabnya itu, seketika penilaian masyarakat menjadi njomplang sangat negatif sekali. Dan tentu saja jilbabnya seketika menjadi objek atas tindakan yang tak sesuai dengan moral pemakai jilbab. “Jilbaban tapi kok gitu”.

Akhirnya, sebagian muslimah yang tidak berjilbab pun, memilih tetap bertahan pada pilihannya, dengan pikiran sangat sederhana sekali, daripada aku tidak bisa menjaga sikapku saat mengenakan jilbab, lebih baik aku tidak mengenakannya sekalian, biarlah aku menjilbabi hatiku terlebih dahulu. Ntar aja jilbaban kalau udah mau wafat.

Menjilbabi hati, kalimat yang mendadak populer setelah boomingnya film ayat-ayat cinta, kalimat yang bisa jadi sudah lama berdengung tetapi dipopulerkan oleh Rianti Cartwright, ini setahuku.

Sebenarnya, fenomena di atas (pengidentikan jilbab dengan keshalihahan) adalah kesalahan pemahaman umum (salah kaprah) dalam masyarakat kita soal hubungan jilbab dengan akhlak. Oke, memang wanita yang shalihah, yang menjalankan agamanya dengan baik, tentu saja mengaplikasikan segenap perintah agamanya terhadap dirinya semampu dia, salah satunya adalah berjilbab ini.

Tetapi aku berani mengatakan, bahwa sebenarnya tak ada hubungan sama sekali antara jilbab dan berakhlak baik. Lhoh kok bisa?

Berjilbab, adalah murni perintah agama yang berhubungan dengan pribadi muslimah itu. Yakni, jilbab adalah kewajiban baginya dengan tanpa melihat apakah moralnya baik ataupun buruk. Jadi selama dia muslimah, maka berjilbab adalah kewajiban.

Tentu saja, jika ada muslimah tak berjilbab, itu pilihan dia, tetapi tentu sebuah konsekwensi dan merupakan kebijakan, apabila seseorang tidak menjalankan perintah, maka resikonya adalah sanksi. Dan sanksi syariat tentu saja adalah dosa.

Memang, bermoral baik adalah tuntutan sosial, di samping tentu ajaran agama. Akan tetapi semua kewajiban dalam agama, sekaligus larangan-larangannya, adalah tidak berhubungan dengan akhlak itu. Salah satunya ya masalah jilbab ini.

So, okelah seorang muslimah bilang, cukup aku jilbabi hati. Tetapi dia tetap harus mengakui bahwa berjilbab adalah wajib baginya. Siap tidak siap, baik tidak baik, kewajiban muslimah adalah berjilbab (dalam konteks bahasa umum, menutup aurat)

Catatan ini tidak menyoroti dan tidak mengangkat soal pendapat lucu yang menyatakan bahwa jilbab itu tidak wajib sebab hanya budaya arab. Komentar pendek saja, orang yang bilang seperti ini, tidak memahami sejarah dan tidak memahami teks syariat itu dengan baik. Argumen bertele-telenya dengan berusaha melogikakan ayat melalui permainan nahwu, ushul fiqh, mantiq, hanya membuat bahan tertawaan saja.

Kan ada tuh profesor besar lulusan timur tengah yang juga berpendapat gitu sehingga anak perempuannya tidak berjilbab. Catat, agama ini tidak melihat sosok, tidak melihat label seseorang. Meski besarnya pangkat seseorang itu seperti apa, kalau salah dalam tata cara memandang, maka tetaplah salah.

Well, kembali pada bahasan awal berhubungan dengan jilbab dan moral, jadi kalau kita surfing di internet dan kebetulan melewati judul-judul aneh semacam “jilbab bugil”, “berjilbab tapi telanjang”, “Sex jilbab”, “skandal bokep gadis jilbab”, atau di keseharian kita menemukan cewek berjilbab tapi bergaulnya dengan lawan jenis sangat Laa Haula wa laa quwwata illa billah, ngakak-ngakak, meluk-meluk, jalan bergandengan, bergoncengan, maka jangan terlalu heran, dan cepat-cepat memvonis jilbaban kok rusak gitu.

Karena sekali lagi, moralitas tak ada hubungan dengan jilbab, meski tentu saja dituntut dari gadis berjilbab untuk bermoral sesuai dengan jilbabnya.

Jadi, kesimpulannya, jilbab adalah wajib dikenakan tiap muslimah yang telah memasuki usia baligh, tanpa melihat apakah moralnya baik atau jelek. Dan moral adalah sesuatu yang dituntut dalam kehidupan sosial.

Maka, itu yang harus diketahui setiap muslimah terlebih dahulu. Adapun setelahnya jika dia tidak mengenakan, maka tentu saja berkonsekwensi dosa dan ada keharusan dari yang lain mengingatkannya untuk mengenakan, kalaupun tidak mau, yang menasehati bebas tugas. Dan tentu saja sebaliknya, jika dia mengenakan, maka pahala akan terus mengalir padanya selama jilbab itu bertengger di kepalanya, sebagai bentuk balasan atas ketaatan menjalankan perintah.

Soal jilbabnya lebar, kecil, bajunya ketat, longgar, itu bab menyendiri lagi yang berhubungan dengan tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang.

Tapi ingat, jangan punya pikiran “wah kalau gitu, aku urakan saja deh, kan dosaku pasti dikurangi pahala jilbab”, Kalau yang jenis seperti ini, sudah tahu begini, justru dosanya berlipat sebab menyalah gunakan syariat.

Akhir catatan, semoga kita selalu diberi taufiq untuk kebaikan, dan menjalankan kewajiban agama kita sebaik-baiknya. Amin…

Sumber: http://www.facebook.com/notes/awy-a-qolawun/-catatan-khusus-berjilbab-tidak-ada-hubungan-dengan-akhlak/10150162222382630


Do’a Nabi Muhammad

31 Maret 2011

“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan do’a yang tidak dikabulkan.”


MASALAH ? CURHAT KEPADA SIAPA?

30 Maret 2011

Siapakah di dunia ini yang tidak pernah punya masalah? Selama seseorang itu, masih bernapas, maka dapat dipastikan orang itu mempunyai masalah. Saya, anda, orang di sekitar kita, semuanya pasti mengalami apa yang dinamakan masalah. Nah, pada saat kita mengalami masalah kita memerlukan orang lain (pihak ketiga) untuk membantu kita menyelesaikan masalah kita. Tapi tidak jarang, orang yang mulanya membantu masalah kita, tetapi tidak mampu juga menyelesaikan masalah kita. Kepada siapa lagi kita mengadu? Haruskah kita mengadu kepada setiap orang?

Tidak setiap orang dapat menjaga lisannya, karenanya lebih baik kita memilih dengan selektif orang yang kita jadikan tempat curhat. Terjaminkah rahasia anda? Tidak ada yang bisa menjamin. Selagi anda bercerita kepada manusia, maka apa yang anda sampaikan beresiko bocor ke orang lain. Jangankan kepada orang awam, kepada psikolog atau dokterpun sebagian juga ada yang disampaikan kepada orang lain, walaupun mereka sudah disumpah tidak akan menyampaikan rahasia pasien kepada siapapun.

Bagaimana menghadapi masalah?

Masalah tak ubahnya seperti musibah yang menimpa kita. Dalam kekalutan, tidak jarang kita berpikir pendek dan negatif. Ingin membunuh atau ingin bunuh diri dan sebagainya. Itulah gambaran yang terjadi.Sebagian orang tidak berhasil menemukan pemecahan masalah yang efektif. Akhirnya strategi negatiflah yang ditempuhnya.

Sebagai umat yang beragama Islam, kita diajarkan apabila ditimpa musibah (dalam hal ini termasuk berbagai masalah) ucapkanlah Innalillahi wa inna ilaihi roji’un (segalanya berasal dari Allah dan segalanya akan kembali kepada Allah). Secara teori ini gampang dilakukan, tetapi ternyata tidak gampang dilakukan. Hal ini kembali kepada keseharian kita. Kata orang; kita bisa karena biasa. Nah, menanamkan kebiasaan inilah yang penting.

Allah SWT. tidak tidur dan Dia berjanji “Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan.” Kitapun dianjurkan sholat istikharah untuk menentukan pilihan yang terbaik atau sholat hajat untuk memohon suatu hajat/keinginan. Tetapi tidak dengan sekali berdoa, terus langsung terkabul. Untuk mendapatkan sesuatu dari yang kita minta, tentunya harus PDKT dulu. Pendekatanlah. Bagaimana pendekatannya?

Allah SWT berfirman : “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah (beribadah) kepada-Ku.” Nah, pendekatannya adalah laksanakan perintah-Nya dengan ikhlas. Makin ikhlas nilai ibadah anda, semakin besar do’a anda akan terkabul. Di sisi lain, Allah juga tidak akan langsung mengabulkan do’a kita, karena Allah lebih tahu yang terbaik buat kita. Dia juga akan menguji kita, seberapa tulus kehambaan kita di hadapan-Nya.

Lantas bagaimana dengan janji Allah tadi? Janji-Nya adalah suatu kepastian dan berbaiksangkalah kepada Allah. Dia akan memberikan yang terbaik buat kita, hanya jalannya terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Makin tinggi keimanan seseorang, makin tinggi pula ujian dan masalah yang dihadapinya. Tetapi, yakinlah dengan janji Allah “bersama kesusahan akan datang kemudahan.” Inilah yang kita pegang. Semoga Allah memudahkan kita dalam mengatasi masalah.


HIKMAH DIALOG TENTANG JILBAB

28 Maret 2011

Di sebuah area diskusi mengenai jilbab, salah satu anggota menanyakan hal berikut :

Aku mau nanya apa memakai celana jens yk kentat bagi para wanita it boleh atau tidak…?

Salah satu peserta lain menjawab sebagai berikut :

Tidak boleh ukht, karena aurat tidak hanya terlihat, tapi juga terbentuk. itu sama aja berpakaian tapi telanjang.. seperti apa yang disabdakan Rosul:

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat:

[1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan

[2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring.

Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Jadi, tdk ada istilah mengenakan jilbab tapi dia mengenakan baju dan celana ketat. belajar yang syar’i ya?

wallahu’alam..

Dari diiskusi tersebut, menggelitik hati saya, di mana saat ini, banyak sekali wanita yang mengaku “muslimah” dan ngakunya telah berjilbab, tetapi masya Allah;

1) berjilbab tapi berjoget dan bergoyang,

2) pakaiannya terkadang tembus pandang,

3) begitu ketatnya pakaiannya, sehingga bentuk dan lekuk tubuhnya begitu jelas terlihat,

4) kerudungnya tidak menutupi dadanya.

Parahnya lagi, sebagian dari mereka ini, dengan enaknya berpegangan tangan dengan lelaki bukan suami dan bukan pula muhrimnya. Ada juga yang berkendaraan dan berboncengan dengan teman prianya (mungkin pacar) begitu eratnya merangkulkan tangannya di pinggang pria itu.Parahnya lagi, sebagian dari mereka yang “ngakunya” sudah berjilbab ini, ternyata hamil tanpa menikah. Na’udzubillahi min dzalik

Inikah kata pepatah Jawa : Saiki zaman wis edan, sing ora edan ora keduman (Sekarang zaman sudah gila, yang tidak gila tidak kebagian).

Ataukah ini salah satu tanda-tanda hari kiamat adalah di mana zina dikerjakan secara berterang-terangan?

Dengan bibit yang seperti itu, dapatkah melahirkan generasi yang Robbani (berketuhanan) dan sholih/sholihah, sementara bibitnya bukan bibit unggul?

Ataukah ini adalah dampak dari apa yang dimakan orang tuanya dan makanan yang diberikan orang tuanya kepada anaknya? Konon katanya, apabila seseorang itu memakan makanan yang haram, maka yang ada di pikirannyapun juga adalah hal-hal yang haram?

Semoga Allah membimbing jalan kita dan mengarahkan kita menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, sehingga kita dapat menjadi hamba di hadapan-NYA yang hanya mengharap ridho-Nya. Amin.

Wallahu a’lamu bishshowab.