BERISLAM SECARA KAFFAH

3 Mei 2011

Banyak orang beragama Islam, tapi banyak pula umat Islam yang tidak suka dengan identitas Islam, kecuali KTP.

Lihatlah di jalan, di pasar, di mall, di kantor dan tempat-tempat lainnya,

Banyak orang Islam malu pakai atribut Islam,

Banyak orang Islam melepas atribut Islamnya,

Dan banyak orang tak sudi dengan hukum Islam.

Perhatikanlah dan merenunglah,

betapa banyak Muslim memilih menikah secara Islam,

tetapi gaya hidupnya gaya Yahudi,

mendidik anaknya gaya Nasrani,

dan beribadahnya gaya Majusi,

Banyak umat Islam menganggap sholat sebagai ibadahnya orang tua,

Jangankan sholat sunnah, sholat wajibpun ditinggalkan,

Jangankan pejabat tinggi, tukang parkir dan orang fakir juga sama,

Semua mengejar kehidupan dan kemewahan dunia.

Banyak umat Islam berpendidikan tinggi, tetapi minim ilmu agamanya,

Banyak umat Islam kaya, tapi enggan menyantuni yang miskin,

Banyak orang berilmu, tapi niatnya untuk “wah” dan mencari kemewahan,

Sementara ilmu itu tak bermanfaat untuk kemaslahatan umat.

Sedangkan kebanggaan dan kesombongan diri meningkat dan terus melonjak.

Na ‘udzubillahi min dzalik.

Berapa banyak hukum Islam dilupakan,

Sehingga kehidupan menjadi kebablasan,

Sungguh ironis dan memilukan.

Andai kata umat Islam bangga dengan hukum Islam,

Andai kata umat Islam menegakkan dengan benar syariat Islam,

Masya Allah …

Betapa damainya dunia ini.

Andai kata …

Zina dihukum (dilempari batu bagi yang bujang dan dirajam bagi yang telah menikah),

Tentu orang berpikir 2 – 1000 x untuk selingkuh atau berzina,

apalagi pergaulan bebas dan pelacuran.

Andai kata …

Poligami diikhlaskan dan dilakukan sesuai dengan syariat Islam,

Tentu akan meningkatkan kebersamaan dan rasa saling menyayangi sesama umat.

Andai kata …

Pencuri dipotong tangannya,

Tentu maling dan para koruptor akan malu bertindak semaunya.

Andai kata …

Semua sadar yang disuap dan yang menyuap masuk neraka,

Tidak ada lagi pembebasan bagi orang tertentu

Dan orangpun akan merasa berhadapan dengan hukum,

Karena hukum tidak buta dan tidak pandang bulu.

Andai kata …

Istri dan anak-anak perempuan kita berjilbab dengan benar,

Tidak hanya ikut tren dan modis-modisan,

Dan tidak berbusana TAPI TELANJANG

Dan memperlihatkan BENTUK TUBUHnya,

Betapa indahnya pemandangan dunia ini.

Tentu akan meredam nafsu nafsu dan menjaga pandangan para ihkwan.

Namun sayang …

Kita egois …

Kita lebih ingin menjadi diri kita sendiri,

Sehingga kita tidak mau mengikuti ajaran agama yang kita anut,

Atau setidaknya mengesampingkan agama demi tujuan dunia.

Dan kita tidak peduli dengan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas dan kewajiban kita,

Menjadi abdi Sang Kholiq dan menjadi kholifah pembawa rahmat bagi alam semesta.

Hanya satu pesan hidup ini,

Hiduplah dengan Islam dan Iman secara kaffah,

Insya Allah nyaman dan berkah.

Aamiin.


TUHAN SEMBILAN SENTI

1 Mei 2011

Oleh : Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,

tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.

Di sawah petani merokok,

di pabrik pekerja merokok,

di kantor pegawai merokok,

di kabinet menteri merokok,

di reses parlemen anggota DPR merokok,

di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,

hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,

di perkebunan pemetik buah kopi merokok,

di perahu nelayan penjaring ikan merokok,

di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,

di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok,

tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,

di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,

di kampus mahasiswa merokok,

di ruang kuliah dosen merokok,

di rapat POMG orang tua murid merokok,

di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.

Di angkot Kijang penumpang merokok,

di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,

di loket penjualan karcis orang merokok,

di kereta api penuh sesak orang festival merokok,

di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,

di andong Yogya kusirnya merokok,

sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,

tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di pasar orang merokok,

di warung Tegal pengunjung merokok,

di restoran, di toko buku orang merokok,

di kafe di diskotik para pengunjung merokok.

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,

bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur

ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya

mirip asbak rokok.

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,

tapi kita tidak ketularan penyakitnya.

Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus,

kita ketularan penyakitnya.

Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,

dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,

bisa ketularan kena.

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,

di apotik yang antri obat merokok,

di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,

di ruang tunggu dokter pasien merokok,

dan ada juga dokter-dokter merokok.

Istirahat main tenis orang merokok,

di pinggir lapangan voli orang merokok,

menyandang raket badminton orang merokok,

pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,

panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.

Di kamar kecil 12 meter kubik,

sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,

di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,

di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok,

tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.

Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.

Bukan ahli hisab ilmu falak,

tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil,

sembilan senti panjangnya, putih warnanya,

kemana-mana dibawa dengan setia,

satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya.

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,

tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan,

cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.

Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.

Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.

Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.

Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.

Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.

Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.

25 penyakit ada dalam khamr.

Khamr diharamkan.

15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).

Daging khinzir diharamkan.

4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.

Patutnya rokok diapakan? Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.

Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.

Mohon ini direnungkan tenang-tenang,

karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi,

tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.

Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,

jangan.

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.

Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,

yaitu ujung rokok mereka.

Kini mereka berfikir.

Biarkan mereka berfikir.

Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,

dan ada yang mulai terbatuk-batuk.

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,

sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.

Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.

Lebih gawat ketimbang bencana banjir,

gempa bumi dan longsor,

cuma setingkat di bawah korban narkoba.

Pada saat sajak ini dibacakan,

berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,

jutaan jumlahnya,

bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,

dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,

diiklankan dengan indah dan cerdasnya.

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,

tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,

karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api

dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Sumber: http://14n.org/tuhan-sembilan-senti-taufik-ismail/